Newest Post

// Posted by :Unknown // On :Selasa, 05 Maret 2013


Banyak teman-teman pecinta anime yang mengeluh kenapa minggu pagi tayangan anime dan kartun anak-anak makin lama makin sedikit. Tidak seperti dulu waktu kita masih kecil menghabiskan hari minggu tersebut dengan bersantai sambil nonton anime di TV yang tayang full sampe siang. Tapi sekarang, semua berubah sejak negara api menyerang. Acara televisi minggu pagi berubah jadi acara konser musik anak layangan, sinetron, dan gosip.
Ngomongin anime, atau bisa juga disebut kartun (karna anime sendiri dalam bahasa jepang berarti film animasi/kartun. Namun anime identik dengan animasi jepang, sedangkan kartun untuk animasi pada umumnya) pasti kalian juga menyadarinya kalau anime jaman sekarang udah jarang banget tayang di televisi. Kalaupun ada, hanya hari minggu dan itupun cuma sedikit dan di ulang-ulang. Padahal dahulu bisa tayang dari hari senin-jumat pada jam-jam tertentu di banyak stasiun televisi. Plus jam tayang penuh dari pagi sampai siang pada hari minggu. 
Tahukah kamu alasan kenapa anime sudah jarang tayang di televisi swasta Inonesia?
Berikut adalah beberapa pendapat yang bisa aku simpulkan mengenai pertanyaan di atas:

  1. Sedikit anime yang lulus sensor
    Dari sekian banyak anime yang di produksi di jepang, hanya tersisa sedikit yang lulus sensor di Indonesia. Kebanyakan anime yang tayang di Indonesia adalah anime ber-genre Petualangan, kehidupan sehari-hari dan anime untuk usia anak-anak. Akan sangat sulit ditemui bahkan hampir tidak ada anime untuk remaja keatas dan dewasa yang tayang di Indonesia. Itulah sebabnya kenapa kamu tidak bisa menemukan anime yang berbumbu ecchi (nakal) adegan kekerasan serta kata-kata kasar di sini. Bahkan lucunya, lembaga sensor Indonesia terkesan lebay. Pernah aku menonton Doraemon, saat itu ada adegan seorang nenek memegang pisau. Dan ternyata pisau yang dia pegang juga di sensor. Dafuq with you all. Apakah pisau yang hanya dipegang tersebut mengandung arti kekerasan? Ayolah =_=
    Oleh karna itu, hanya anime untuk usia 17 tahun kebawah yang ditayangkan di Indonesia. yang dimaksud untuk usia 17tahun bukan hanya anime yang mengandung adegan vulgar saja (dasar pikiran mesum :p ) melainkan yang mengandung unsur kekerasan, perkataan kasar, humor dewasa dan lainnya. Pemilihan penayangan anime untuk usia anak-anak inilah yang membuat seseorang kangen dengan masa kecilnya saat menonton anime. heu
    "Yah sensornya parah banget..." Teletubbies Nonton Anime.
    (dokumentasi pribadi)

  2. Biaya lisensi atau ijin penayangan anime yang mahal
    Produksi anime sendiri tidak murah. Menurut thread yang kubaca di forum
    Japanesia, sebuah episode anime berdurasi 30 menit pada tahun 2010 mengahbiskan biaya 11.000.000 yen ($145,214 / Sekitar Rp. 1,2 Milyar rupiah). Itu hanya satu episode loh, kalau 1 season (13 episode) tinggal kalikan saja 1,2 Milyar dengan 13 = sekitar Rp. 15,6 Milyar. Salah satu alasan kenapa mahal adalah karna anime dibuat dari gambar tarditional/tangan/manual/manga (original work) yang kemudian dianimasikan. Berbeda dengan animasi 3D ala hollywood yang designnya menggunakan komputer. (bisa dibaca jenis animasi disini) CMIIW (correct me if im wrong/koreksi saya kalau salah). Nah, sekarang udah tau betapa mahalnya biaya produksi anime. Dari situ bisa disimpulkan berapa kalo biaya lisensi atau ijin tayangnya juga mahal. Tidak alngsung saja menayangkan, namun harus membeli ijinnya terlebih daulu. Oleh karena itu mereka pihak televisi hanya membeli lisensi anime yang terkenal, lulus sensor dan sekiranya laku atau banyak digemari di Indonesia. Seperti misalnya Dragonball, Doraemon, Naruto dan anime terkenal pasaran lainnya. Selain itu, mereka menayangkan anime yang lisensinya terjangkau. Misal anime lawas atau anime yang udah ketinggalan jaman yang harganya sudah turun di pasaran. Ya, mereka hanya menayangkan anime yang terkenal dan yang lisensinya murah untuk memastikan mereka juga mendapat keuntungan.

  3. Bergantinya tren dari otaku (japanese geek) menjadi K-Pop (korean wave)
    Dulu, hal yang berbau jejepangan itu dianggap keren oleh remaja Indonesia. Mudah menemukan penggemar hal yang berbau jepang (sederhananya bisa disebut otaku) mulai dari yang menggeluti hobi game, anime, manga, cosplay dan lain sebagainya. Sedangkan sekarang, mereka hanya eksis dalam suatu komunitas dan event tertentu saja. Saat ini lebih banyak menemukan mereka yang menggemari hal berbau Korea. Demam korea (korean wave) dan musik K-pop saat ini sangat marak. Beruntunglah aku anti mainstream jadi gak ikutan kebawa arus tersebut. Sekarang ngomongin hal berbau korea dianggap keren. Coba kalian ngomongin anime, pasti dibilang aneh atau ga nyambung, kecuali ke orang yang mempunyai hobi sama. Padahal anime atau drama korea itu sama-sama bercerita mengenai kehidupan sehari-hari, hanya saja disajikan dalam visual yang berbeda. Namun genre anime lebih luas, tidak hanya percintaan saja. Tergantung selera, kita menyukai anime atau drama korea sebenarnya sama saja karna selera memang tidak bisa dipaksakan. Bisa saja menyukai keduanya. Namun di masyarakat kita, mayoritas dianggap lebih benar meskipun sebenarnya tidak selalu benar. Jika lebih banyak orang menyukai A, maka orang lain (minoritas) yang menyukai B dianggap seleranya jelek. Itulah hukum mainstream disini. Menyebalkan bukan? heu
    Lalu apa hubungannya Korean wave dengan penayangan anime di Televisi? Nah hal ini berkaitan dengan alasan selanjutnya

  4. Perusahaan Televisi adalah profit oriented
    Tujuan utama mereka adalah mencari keuntungan. Tentu saja mereka hanya menayangkan acara yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka bisa melihat pasar di Indonesia yang strategis untuk tayangan drama korea, acara gosip, dan lainnya yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka melihat hal berbau jepang seperti anime sudah mulai reda dan sedikit peminatnya. Jadi untuk apa mereka menayangkan anime yang katanya sudah sedikit peminatnya? Jangan heran kalau saat ini lebih mudah menemukan drama korea daripada anime. Kembali ke alasan nomor 2. Kenapa mereka mampu membeli lisensi drama korea yang terkenal dan mahal daripada membeli lisensi anime? Sebaiknya kita berkaca pada diri sendiri karna kitalah konsumen (pasar) mereka hanya menayangkan apa yang lebih diingankan mayoritas konsumen. Coba lihat di sekitar kita mulai dari anak kecil sampe tante-tante, semua menyukai k-pop dan drama korea. Bahkan di internet apalagi, mudah menemukannya, username akun jejaring sosial yang menggunakan huruf korea juga bahasa yang digunakan, sarang hae, sarang apa lah, anyeong, atau nyong apalah.
    Hahaha. Peace :Dv
    Jaman memang sudah berubah, semua punya waktunya masing-masing. Sama dengan jaman film india dan telenovela yang udah kandas, aku pikir ada saatnya musimkorea ini akan berganti menjadi jaman lain. Apalagi selanjutnya?

{ 3 komentar... read them below or Comment }

Tinggal kan jejak anda di Sini

// Copyright © My first Story //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //